Mendulang Rupiah dari Bisnis Susu Kedelai
Usaha Susu kedelai.
Siapa yang tak kenal sumber protein nabati satu ini? Di berbagai etalase toko modern, susu ini sudah sangat mudah dijumpai. Konon, susu ini sudah dibuat di negeri Cina sejak abad II sebelum Masehi. Dari sana kemudian berkembang ke Jepang dan setelah Perang Dunia II merambah ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Meskipun susu kedelai memiliki kadar protein dan komposisi asam animo yang hampir sama dengan susu sapi, tapi susu kedelai tidak mengandung kolesterol sama sekali. Dari segi harga pun sangat kompetitif dengan susu sapi. Proteinnya, hampir sama antara susu sapi dan susu kedelai. Dua gelas susu kedelai sudah dapat memenuhi kebutuhan 30% kebutuhan protein setiap hari.
Karenanya, banyak kalangan menilai susu kedelai sangat bagus untuk kesehatan. Secara umum susu kedelai mengandung vitamin B1, B2, dan niacin dalam jumlah yang setara dengan susu sapi atau ASI. Serta mengandung vitamin E dan K dalam jumlah yang tidak sedikit. Manfaat lain, sebagai penghambat osteoporosis. Di dalam kedelai mengandung senyawa alami mirip esterogen yang disebut fitoestrogen. Senyawa inilah yang akan menghambat osteoporosis. Maka tidak heran jika orang yang sadar kesehatan lebih memilih susu kedelai. Atau mereka yang alergi dengan susu sapi karena tidak kekurangan enzim lactase dalam saluran pencernaannya, sehingga tidak bisa mencerna laktosa dalam susu sapi. Karena itulah, kini banyak orang memburu susu kedelai. Hal ini tentu menjadi peluang usaha tersendiri karena penyedia produk ini belum banyak. Untuk mencari produk susu kedelai instan di Solo masih cukup susah.
“Saya biasanya cari di Pasar Legi atau kawasan Manahan. Di situ ada penjual keliling. Memang sepertinya masih susah untuk mencari susu kedelai, padahal sudah mulai banyak penggemarnya,” ungkap Wardhana, penikmat susu kedelai yang tinggal di Penumping ini.
Itu dibenarkan Budi Santoso, pengelola Perusahaan Susu Karunia di Jalan Letjend S Parman 48 Solo. Menurutnya, penggemar susu kedelai saat ini semakin banyak. Sementara, penyedianya belum terlalu pesat perkembangannya.
“Biasanya, konsumen susu kedelai sudah tersegmentasi. Mereka umumnya pelanggan tetap yang usianya di atas 30 tahun,” Budi Santoso kepada Joglosemar, Rabu (9/4). Dikatakan Budi, berusaha susu kedelai memang harus memerlukan pendekatan tersendiri. Budi mengaku pertama kali membuka usaha di Solo sangat kesulitan meraih pasar. Pasalnya, masyarakat belum banyak yang paham soal kandungan gizi susu kedelai. Berbeda dengan susu sapi yang banyak dijumpai di berbagai tempat, ternyata di Indonesia khususnya Solo, susu kedelai belum dapat ditemukan di warung-warung. Belum lagi, menurut Budi kurangnya informasi yang diserap masyarakat.
Prospek Bagus
Kondisi ini, tak ayal juga berimbas pada jenis usaha ini. Menurut Budi, yang berusaha susu sapi dan susu kedelai cair, tingkat penjualannya 1:4. Setiap bulan, hanya sekitar 60-an bungkus kapasitas 200 cc susu kedelai laku di pasaran. Sementara, penjualan susu sapi bisa mencapai 225 bungkus. Namun, saat ini penikmat atau orang yang butuh susu kedelai juga makin bertambah. Karena itu, lelaki asli Trenggalek, Jawa Timur ini mengaku optimis penjualan susu kedelai memiliki prospek bagus.
“Apalagi nilai gizi susu kedelai sangat tinggi. Informasi mengenai hal ini juga sudah makin diserap masyarakat,” tambahnya. Saat ini ia punya pelanggan tetap antara 60-80 orang. Pengusaha susu kedelai lainnya, Aini, mengaku usaha susu kedelai ini masih punya peluang cukup bagus. Hanya saja kenaikan kedelai sangat memukul mereka. “Seiring dengan mahalnya harga susu sapi, produk susu kedelai sebenarnya mulai dilirik oleh penikmat susu sebagai minuman pengganti. Tapi sekarang malah harga kedelai naiknya juga tinggi,” ujar Aini yang menggeluti bisnis susu kedelai sekitar empat tahun. Berawal dari motivasi yang didapatkan dari kakak-kakaknya, Aini dan suaminya yakni Agus Heri Purnomo (32) mulai coba-coba bisnis dengan modal murah. Diawali pada Tahun 2003 Aini beserta suaminya mencoba usaha ini.
Ia tidak memakai bahan kimia dalam proses produksi susu kedelai. Alasannya, bahan-bahan kimia tersebut memiliki efek langsung terhadap kualitas produksi. Saat ini, produksi susu yang dibuat sudah di atas 100 bungkus per hari. (Sigit A Nugroho, Harian JogloSemar,10-04-08) Visit a Link Button
Post a Comment